Senin, 03 Maret 2014

DEMOKRASI MENURUT FAHAM TAMANSISWA




DEMOKRASI MENURUT FAHAM TAMANSISWA

Negara Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan bangsa Indonesia berideologi Pancasila. Maka dari itu  sebagai bangsa Indonesia kita wajib berpegang teguh kepada Pancasila dan wajib mewujudkan demokrasi Pancasila.

Arti pokoknya terungkap melalui sila keempat yaitu “ Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan “. Demokrasi demikian itu harus dapat diwujudkan dalam segala aspek kehidupan manusia seperti, politik sosial, ekonomi, kebudayaan, pertahanan keamanan, pendidikan dan sebagainya.

Disamping faham dan pengertian demokrasi Pancasila tersebut, sebagai ” demokrasi dan kepemimpinan”. Faham demokrasi seperti ini bersumber kepada gagasan Ki Hajar Dewantara tentang demokrasi yaitu “ democratie en leiderschap “, suatu demokrasi yang jauh dari asas individualisme – liberalisme, dan tidak memutlakkan kemenangan jumlah suara ( seperdua lebih satu ) dalam suatu pemungutan suara.

Demokrasi Ki Hajar ini pada waktunya sempat mengilhami Presiden R.I pertama Bung Karno, untuk menanamkan “demokrasi Pancasila “ sebagai “ demokrasi terpimpin “. Kemungkinan hal itu ditarik dari predikat “ demokrasi dan kepemimpinan”, yang untuk singkatnya menjadi “ demokrasi terpimpin”.

Pada awalnya tidak pernah terfikirkan atau dikhawatirkan orang, bahwa predikat demikian justru akan menjadi penyebab terjadinya pengertian yang kabur tentang demokrasi itu sendiri. Dalam perwujudannya “demokrasi terpimpin” tersebut nyatanya lebih ditekankan pada masalah “ terpimpinnya” sehingga segala sesuatunya selalu menyalur dari atas ( komunikasi satu arah dari atas ) dan bukannya komunikasi yang dialogik ( dua arah ) . 

Situasi dan kondisi yang demikian sempat memberi kesempatan berkembangnya secara leluasa bagi faham komunisme yang dibawa oleh PKI. Hal ini baru dapat dikahiri sejak meletusnya pemberontakan Gerakan 30 September/PKI, pada tahun 1965.

Meneliti kehidupan dan perjuangan Ki Hajar Dewantara, kita dapat segera mengambil kesimpulan, bahwa Ki HajarDewantara adalah salah seorang tokoh yang dalam berfikir, berprilaku dan bertindak selalu menunjukkan sikap demokratis. 

Ki Hajar Dewantara menyadari sepenuhnya betapa berbahayanya demokrasi itu jika dilaksanakan berdasarkan liberalisme. Oleh karena itu Ki Hajar Dewantara mendalami permasalahannya secara seksama, untuk mencari jalan keluar untuk dapat mengurangi sekecil mungkin ( atau menghapusnya ) bahaya liberalisme itu dalam mentrapkan demokrasi bagi rakyat Indonesia. 

Psikologi, aspirasi dan kultur bangsa Indonesia berbeda dengan bangsa Barat sebagai sumber demokrasi liberal tersebut. Dengan membandingkan berbagai sistem demokrasi yang berlaku di berbagai negara, memperhatikan pula tradisi yang hidup dalam kebudayaan bangsa sendiri, maka Ki Hajar Dewantara sampai pada kesimpulan bahwa demokrasi perlu dipimpin oleh suatu hikmah kebijaksanaan. Agar masyarakat terhindar dari kelobatamakan “ suara terbanyak “. 

Maka dirumuskanlah oleh Ki Hajar Dwantara tentang faham demokrasinya sebagai “ demokrasi dan kepemimpinan”. Di kalangan Tamansiswa pernah terjadi dua pendapat tentang rumusan tersebut; pertama ada yang beranggapan bahwa Ki Hajar merumuskannya “ demokrasi en leiderschap” sedangkan yang kedua “ demokratie met leiderschap”. Akan tetapi menurut Ki Soeratman  Matan Ketua Umum Majelis Luhur Persatuan tamansiswa ) yang diberi tugas untuk menulis membuat sampul risalah Ki Hajar Dewantara tersebut yang mendapat perintah langsung agar menuliskan “ demokrasi dan kepemimpinan”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar