DEMOKRASI
MENURUT FAHAM TAMANSISWA
Negara
Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan bangsa Indonesia berideologi
Pancasila. Maka dari itu sebagai bangsa
Indonesia kita wajib berpegang teguh kepada Pancasila dan wajib mewujudkan demokrasi
Pancasila.
Arti
pokoknya terungkap melalui sila keempat yaitu “ Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan “. Demokrasi demikian itu
harus dapat diwujudkan dalam segala aspek kehidupan manusia seperti, politik
sosial, ekonomi, kebudayaan, pertahanan keamanan, pendidikan dan sebagainya.
Disamping
faham dan pengertian demokrasi Pancasila tersebut, sebagai ” demokrasi dan
kepemimpinan”. Faham demokrasi seperti ini bersumber kepada gagasan Ki Hajar
Dewantara tentang demokrasi yaitu “ democratie en leiderschap “, suatu
demokrasi yang jauh dari asas individualisme – liberalisme, dan tidak
memutlakkan kemenangan jumlah suara ( seperdua lebih satu ) dalam suatu
pemungutan suara.
Demokrasi
Ki Hajar ini pada waktunya sempat mengilhami Presiden R.I pertama Bung
Karno, untuk menanamkan “demokrasi Pancasila “ sebagai “ demokrasi terpimpin “.
Kemungkinan hal itu ditarik dari predikat “ demokrasi dan kepemimpinan”, yang
untuk singkatnya menjadi “ demokrasi terpimpin”.
Pada
awalnya tidak pernah terfikirkan atau dikhawatirkan orang, bahwa predikat
demikian justru akan menjadi penyebab terjadinya pengertian yang kabur tentang
demokrasi itu sendiri. Dalam
perwujudannya “demokrasi terpimpin” tersebut nyatanya lebih ditekankan pada
masalah “ terpimpinnya” sehingga segala sesuatunya selalu menyalur dari atas (
komunikasi satu arah dari atas ) dan bukannya komunikasi yang dialogik ( dua
arah ) .
Situasi dan
kondisi yang demikian sempat memberi kesempatan berkembangnya secara leluasa
bagi faham komunisme yang dibawa oleh PKI. Hal ini baru dapat dikahiri sejak
meletusnya pemberontakan Gerakan 30 September/PKI, pada tahun 1965.
Meneliti
kehidupan dan perjuangan Ki Hajar Dewantara, kita dapat segera mengambil
kesimpulan, bahwa Ki HajarDewantara adalah salah seorang tokoh yang dalam
berfikir, berprilaku dan bertindak selalu menunjukkan sikap demokratis.
Ki
Hajar Dewantara menyadari sepenuhnya betapa berbahayanya demokrasi itu jika
dilaksanakan berdasarkan liberalisme. Oleh karena itu Ki Hajar Dewantara
mendalami permasalahannya secara seksama, untuk mencari jalan keluar untuk
dapat mengurangi sekecil mungkin ( atau menghapusnya ) bahaya liberalisme itu
dalam mentrapkan demokrasi bagi rakyat Indonesia.
Psikologi, aspirasi dan
kultur bangsa Indonesia berbeda dengan bangsa Barat sebagai sumber demokrasi
liberal tersebut. Dengan
membandingkan berbagai sistem demokrasi yang berlaku di berbagai negara,
memperhatikan pula tradisi yang hidup dalam kebudayaan bangsa sendiri, maka Ki
Hajar Dewantara sampai pada kesimpulan bahwa demokrasi perlu dipimpin oleh suatu
hikmah kebijaksanaan. Agar masyarakat terhindar dari kelobatamakan “ suara
terbanyak “.
Maka
dirumuskanlah oleh Ki Hajar Dwantara tentang faham demokrasinya sebagai “
demokrasi dan kepemimpinan”. Di kalangan Tamansiswa pernah terjadi dua pendapat
tentang rumusan tersebut; pertama ada yang beranggapan bahwa Ki Hajar merumuskannya “ demokrasi en leiderschap” sedangkan yang kedua “ demokratie met
leiderschap”. Akan tetapi menurut Ki Soeratman Matan Ketua Umum Majelis Luhur Persatuan tamansiswa ) yang diberi tugas untuk menulis
membuat sampul risalah Ki Hajar Dewantara tersebut yang mendapat perintah
langsung agar menuliskan “ demokrasi dan kepemimpinan”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar