Sabtu, 15 Februari 2014

KI AHAJAR DEWANTARA DENGAN PERS NASIONAL





KI HAJAR DEWANTARA DENGAN PERS NASIONAL.

Jika Pers Nasional kita dewasa ini menyatakan dirinya sebagai pers perjuangan, maka landasan yang merupakan ciri dan identitas pers nasional itu, yang meletakkan dasar-dasarnya adalah Ki Hajar Dewantara pada awal karir beliau sebagai wartawan pejuang.

Pada waktu beliau dijebloskan ke dalam penjara di kota Bandung, status beliau belum sebagai pendidik. Posisi beliau pada saat itu baru sebagai wartawan pejuang dan politisi yang berwatak. Bahkan saat beliau di buang ke negeri Belandapun, beliau adalah sebagai seorang wartawan dan politisi yang beraliran nasionalis radikal.

Karir kewartawanan Ki Hajar Dewantara, sebenarnya diawali saat beliau pindah sebagai analis kimia di pabrik gula Kalibagor, Banyumas ke apotik Rathkamp di Yogyakarta. Dan dari sinilah perhatian beliau terhadap dunia kewartawanan mulai berkembang. 

Saat itu beliau sambil  bekerja, juga merangkap sebagai koresponden surat kabar Midden Java, Sedyotomo, Oetoesan Hindia dan De Express. De Express merupakan surat kabar yang diterbitkan oleh Dr. Douwes Dekker, seorang wartawan Eropah keturunan Indo yang masih kerabat jauh Multatuli yang kita kenal dengan nama Max Havelaarnya. Sedangkan surat kabar Oetoesan Hindia, merupakan surat kabar yang terbit di Surabaya dan diterbitkan oleh Cokro Aminoto.

Bakat kewartawanan Ki Hajar Dewantara atau Suwardi Suryaningrat ini tidak lepas dari pengamatan Douwes Dekker, lalu Douwes Dekker mengajak beliau ke Bandung untuk bersama-sama mengelola De Express. Perkembangan pers pada zaman itu belum semaju seperti sekarang ini. 

Cikal bakal pers nasional sedang mencari bentuk, ciri dan identitas. Perintisan perjuangan pergerakkan bangsa Indonesia ke arah kemerdekaan pada awal ini agaknya perlu diamati. Ternyata seiiring dengan kegiatan perintisan di bidang pers dan jurnalistik, organisasi-organisasi sosial politik dan lembaga-lembaga pendidikan mulai  dikelola oleh orang-orang pribumi. 

Maka nampaklah aspirasi kebangsaan dan harapan akan kemerdekaan saat itu mulai bermunculan, Hal itu terjadi secara tidak langsung adalah karena situasi global dunia yaitu adanya gerakan liberalisme yang menggebu-gebu di Eropah dan pantulannya ke tanah air kita berupa kebijakan politik etis. Walaupun gerakan liberalisme dan terasa, akan tetapi pada akhirnya toh mampu melahirkan kelompok elit pribumi .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar